WEDUS
Mendhing tuku sate, timbang tuku wedhuse
Mendhing genda’an timbang dadi bojone,
Mangan sate, ora mikir mburine
Ngingu wedhus dadak mikir sukete
reff :
Timbang dibojo, ora ana duite
Mendhing tak gae, genda’an wae
Ora usah mikir sabendinane,
Seminggu cukup sepisan wae
Mergone aku ora kuat,
Yen duwe bojo, wong melarat
Ra mblanjani, gawene sambat
Seneng kumpul modal dengkul banda nekat
------000------
Anda pernah mendengar
lirik lagu di atas? Atau malah hapal? Ahai…jika termasuk yang terakhir—siapapun
Anda-- bisa dipastikan Anda adalah penggemar berat lagu-lagu dangdut koplo
Pantura.
Ya, lirik lagu di atas
adalah bagian dari lagu berjudul Wedus (kalau tidak salah dipopulerkan Wiwik
Sagita). Lagu itu sedemikian cetar di kalangan pegiat goyang yang biasa
memadati Sriwedari di malam Minggu. Setiap Sabtu malam memang Sriwedari
menyuguhkan lagu-lagu dangdut yang tak pernah sepi pengunjung.
Saya belum pernah
bergabung ke komunitas mandi keringat itu meski tak dimungkiri pernah melihat
dari jarak dekat lantaran bertepatan dengan saya mengantar anak-anak menikmati
aneka permainan di taman hiburan remaja tersebut.
Saya menulis ini karena
saya terpaksa harus “menikmati” lagu yang jauh dari kata nikmat itu (menurut
saya lho ya) sebab setiap hari diputar di tempat kebugaran di mana saya sering
berolahraga di sana.
Lagu berjudul Wedus ini
hanya salah satu dari lagu-lagu dangdut koplo lainnya yang banyak beredar di
masyarakat. Sebagian malah liriknya jorok dan diputar di radio-radio komunitas
yang banyak beredar di udara Soloraya ini.
Jangan bandingkan
lagu-lagu model ini dengan tembang-tembang legendaris kayak Ani-nya Bang Haji
Rhoma Irama, Gubuk Bambu-nya Meggy Z (almarhum) atau Cinta Parabola-nya Mbak
Evie Tamala. Sangat jauh dan tidak layak dibandingkan. Kebetulan tiga penyanyi
ini lagu-lagunya menghiasi perjalanan masa kecil saya di desa nun jauh di
Sukoharjo.
Sampai sekarang pun
lagu-lagu itu masih popular dinyanyikan, bukan saja oleh generasi tempo doeloe
tapi juga oleh anak-anak muda zaman sekarang. Tak aneh sebab lagu-lagu
legendaris itu diaransemen ulang dan menjadi rasa baru yang kerap muncul di
acara-acara hajatan.
Kembali ke lagu Wedus
tadi. Dari yang tidak nggagas lama-lama saya terpaksa menjadi hafal karena
setiap hari mendengarnya di gym tempat saya berolahraga. Dan dari situ saya
tahu, selain kualitas suara penyanyinya sangat pas-pasan lirik lagunya juga
sontoloyo. Jelas lagu yang dibuat hanya untuk “kepentingan sesaat”, hanya cari
uang semata. Itu saja, selesai. Tanpa nilai seni yang bakal awet di setiap
zaman.
Inilah yang membedakan
dengan lagu-lagu zaman dulu. Kenapa lagu-lagu tempo dulu masih oke dinyanyikan
sekarang? Karena kualitas seninya sangat kuat. Iramanya merdu, suara
penyanyinya oke dan liriknya pun tidak asal-asalan. “Penyanyi zaman dulu itu
menciptakan lagu dengan hati. Mereka ingin memberi yang terbaik bagi
masyarakat, tidak berpikir apakah nanti lagunya akan laku dan menjadi uang atau
tidak. Mereka hanya berpikir lagu yang dinyanyikan bagian dari sejarah bangsa
ini,” tutur Bang Haji Rhoma Irama dalam salah satu wawancaranya dengan Sule di
Trans 7, beberapa tahun lalu.
Pak Haji tidak asal
omong. Tidak kurang 500 lagu telah ia ciptakan sejak album perdananya, Begadang diluncurkan pada 1973 silam.
Bahkan album itu masuk dalam daftar 150 album terbaik sepanjang masa versi
Majalah Rolling Stones. Oleh majalah itu Rhoma dimasukkan sebagai 25 artis terbesar
Indonesia sepanjang masa bersama Bing Slamet, Ismail Marzuki, Koes Plus, Bimbo
dan lain-lain.
Survei Reform Institute
tahun 2008 juga menempatkan Rhoma Irama di atas penyanyi maupun grup-grup band
tenar saat ini macam Ungu, Peterpan, Dewa 19 bahkan sang legenda hidup Iwan
Fals.
Silakan cermati lirik
lagu Wedus di atas. Tidak ada pesan moral sama sekali yang diusung sang
pencipta lagu yang entah siapa dan dari mana ia berasal. Yang ada justru
mengajar untuk bersikap pragmatis menghadapi hidup, yang penting senang
bergelimang harta kendati bermandi dosa.
Genda’an atawa
selingkuhan dikampanyekan secara masif dalam lirik lagu, diputar begitu bebas
di radio-radio komunitas dan bisa didengarkan oleh siapa saja—termasuk
anak-anak atau remaja.
Sebenarnya lagu tentang
selingkuhan bukan barang baru. Topik orang ketiga sering menjadi inspirasi bagi
para musisi untuk menuangkannya dalam bait-bait lagu, yang sering menyayat hati
dan laris manis. Lagu-lagu galau ini benar-benar pas buat siapa saja yang saat
ini jadi selingkuhan seseorang.
Yang pertama adalah lagu Begitu Salah Begitu
Benar ciptaan Ahmad Dhani. Perhatikan liriknya:
"bahwa tak hanya diriku yang menjadi
milikmu
bahwa tak hanya diriku yang menemani
tidurmu
bahwa tak hanya diriku ada di hatimu
selamanya"
Lagu ini bercerita tentang wanita yang bahagia
walaupun tidak selalu bisa menemani sang kekasih. Ia sudah cukup dengan
mencintai dan dicintai oleh pria tersebut walaupun mereka tidak bisa bersama.
Berikutnya adalah lagu Kekasih Gelapku yang
dipopulerkan grup band Ungu. Lagu ini booming
sekitar 6 tahun yang lalu. Bercerita tentang seorang pria yang mencintai
kekasih gelapnya lebih dari ia mencintai kekasihnya sendiri.
Kumencintaimu lebih dari apapun
Meskipun tiada satu orang pun yang tahu
Kumencintaimu sedalam-dalam hatiku
Meskipun engkau hanya kekasih gelapku
Tak hanya lagu berirama sendu, ada juga lagu
tentang orang ketiga dengan irama yang berapi-api. Tengok lagu Cemburu yang
lagi-lagi dibikin Ahmad Dhani. Lagu ini menceritakan seorang yang sedang
dibakar api cemburu. Liriknya bahkan bernada seram. Anehnya, lagu ini juga
cukup populer.
Ingin kubunuh pacarmu
Saat dia cium bibir merahmu
Di depan kedua mataku
Hatiku terbakar jadinya cantik
Aku cemburu....
Dan
tentu tak bisa dilewatkan adalah lagu karya Sheila on 7 yang sangat terkenal di
awal 2000-an, Sephia.
Slamat tidur kekasih gelapku oh Sephia…
Smoga cepat kau lupakan aku
Kekasih sejatimu takkan pernah sanggup
untuk melupakanmu
Lagu itu menggemparkan musik Indonesia. Nama
Sephia bahkan menjadi trand make untuk perempuan yang mengganggu hubungan/rumah
tangga. Lagu ini meminta sang kekasih gelap untuk melupakan si pria karena ia
ingin menjalani kehidupan cintanya dengan kekasihnya. Si pria kemungkinan
merasa berdosa telah menghianati pacarnya dan berusaha kembali ke pelukannya
dan meninggalkan si Sephia.
Gaes…dari beberapa contoh lagu bertema orang
ketiga di atas coba bandingkan dengan lagu Wedus yang saya tulis di awal.
Perbedaannya sangat jelas, seluruh lagu di atas bertema tentang cinta yang
berbagi tanpa ada landasan materi alias harta benda. Sedangkan motivasi
selingkuh pada lagu Wedus murni seratus persen karena masalah harta.
Timbang dibojo, ora ana duite
Mendhing tak gae, genda’an wae
Ora usah mikir sabendinane
Seminggu cukup sepisan wae
Mergone aku ora kuat
Benar-benar mengajarkan orang untuk menjadikan materi/harta benda sebagai
acuan utama untuk sebuah cinta. Repotnya lirik lagu model begini yang sekarang
akrab di telinga kita. Bisa kita dengar lewat radio komunitas atau lewat
rekaman Mp3 di HP-HP.
Jujur saya tidak tahu motivasi si pengarang lagu
ini kala membuat lagu ini. Tentu tidak adil jika saya menghakimi
sehabis-habisnya di sini sementara tidak ada secuil pun konfirmasi dari si
pengarang lagu.
*Dimuat di Soloensis, 11 Maret 2016
No comments:
Post a Comment