Hingga menit ke-80 saya
terus bersorak. Gol Boaz Salossa dan disusul Lerby Eliandri beberapa menit
kemudian membuat saya yakin Indonesia bisa mencuri poin dalam laga perdana
Piala AFF 2016 melawan jagoan Asia Tenggara, Thailand, Sabtu (19/11/2016).
Lalu
saya terdiam. Sedikit mengutuk. Keyakinan saya sesat total. Therasil Dangda
benar-benar semprul. Setelah memborong dua gol ke gawang Australia dalam
lanjutan kualifikasi Piala Dunia 2018 beberapa hari lalu, ternyata dia masih
rakus.
Bukan
hanya dua. Striker Negeri Gajah Putih yang kalah ganteng dari Bambang Pamungkas
(kapok) itu memborong tiga gol ke gawang Kurnia Meiga. Kurnia Meiga? Iya betul,
Kurnia Meiga. Ini juga semprul. Sulit dinalar Alfred Riedl masih memainkan kiper--yang
malas gerak saat uji coba dengan Vietnam dan kebobolan tiga gol—itu dalam laga
penting melawan Thailand.
Ke
mana Andritani, Riedl? Tanyaku dalam hati. “Saya memasang Meiga karena dia yang
paling siap,” jawab Opa Riedl, pelatih yang telah dua gagal membesut Pasukan
Garuda di Piala AFF (liputan6.com).
Oya
sudah, jawabku (masih) dalam hati.
Sodara-sodara,
meski tertinggal dua gol di babak pertama, Boaz dkk. sebenarnya bermain apik di
15 menit babak kedua. Hasilnya, dua gol dalam rentang waktu 10 menit membuat
Indonesia berhasil menyamakan kedudukan 2-2.
Namun
kecerobohan Yanto Bazna dan Fachruddin menjadikan semuanya sia-sia. Dua gol
tambahan dari Therasil Dangda membuat Indonesia hancur di menit-menit akhir.
Indonesia kalah 2-4.
Itulah
sepak bola. Selalu ada drama di sana. Baru berangkat saja sudah diiringi drama cederanya
sang mesin gol Tim Merah Putih, Irfan Bachdim, akibat ditekel Hansamu Yama
Pratama dalam latihan terakhir.
Dan
pertandingan perdana selalu sulit, bahkan untuk tim sekelas Barcelona, Real
Madrid atau Manchester United sekalipun. Pasukan Alfred Riedl terlihat demam
panggung, eh demam lapangan. Satu tahun lebih absen dari laga internasional tak
dimungkiri mempengaruhi penampilan anak-anak muda Skuat Garuda.
Apalagi,
laga perdana di kancah internasional itu menghadapi Thailand, yang tengah
memupuk asa lolos ke Piala Dunia 2018. Sebenarnya,
seperti kata Opa Riedl seusai laga, penampilan Thailand tidak terlalu istimewa.
Walaupun secara teknik lebih matang dari kita, mereka juga kerap melakukan
kesalahan-kesalahan passing. Lini belakang mereka beberapa kali melakukan
kesalahan mendasar. Tapi tetap saja mereka masih lebih joss.
Drama
di Filipina ini hanya sedikit dari roman sinetron sepak bola Indonesia. Larangan
mengambil dua pemain per klub, gagalnya pemain bergabung ke timnas lantaran
tidak diizinkan klub, adalah dua dari sekian banyak episode sepak bola
Indonesia. “Ternyata tidak semua orang mendukung timnas. Ini menyedihkan untuk
saya sebagai pelatih,” curhat Opa Riedl.
Sungguh
Opa, kami memaklumi kesedihanmu. Sejujurnya kami lebih sedih lagi. Kami bingung
dan bertanya-tanya apa yang membuatmu mau menerima tawaran melatih Tim Garuda.
Kau pernah tersakiti saat membesut skuat timnas di era dualisme PSSI. Kau pernah
melatih tanpa dibayar. Dan kini Opa mau menangani tim sementara federasi belum
benar-benar terbebas dari teror politik. Hanya Opa (dan Tuhan) yang tahu
alasannya.
Tapi
Opa, kalah dari Thailand bukan kiamat. Masih ada dua laga, satu melawan tuan rumah
Filipina dan terakhir melawan Singapura. Dua tim ini kayaknya sih tidak lebih
istimewa dari Thailand. Setidaknya, hasil imbang 0-0 mereka membuktikan
Indonesia bisa lebih baik dari laga pertama.
Tapi
Opa, pasukanmu butuh semangat Manila 1991. Pernah membaca epos Tim Garuda di
SEA Games 1991, Opa? Itulah gelar terakhir yang dihasilkan Indonesia di
turnamen resmi Asia Tenggara. Ada sih gelar Juara Piala AFF 2013, tapi itu
untuk kelas junior bukan senior. Konon di FIFA yang diakui yang kelas senior
kan Opa?
Okelah
aku bocori sedikit, Opa. Situasi di SEA Games 1991 Manila itu kurang lebih sama
dengan saat ini. Indonesia diprediksi tidak bisa berbuat banyak. Kalah di
segalanya dari tim-tim yang bertanding. Di fase grup Indonesia bersaing dengan
juara bertahan Malaysia, Vietnam dan tuan rumah Filipina.
Satu-satunya
yang bisa diolah pelatih Anatoli Polosin (Rusia) saat itu adalah memompa
semangat Aji Santosa dkk. Indonesia harus bisa memanfaatkan kemampuan fisik
untuk menutupi kekalahan skill
pemain. Singkatnya, jika lawan hanya mampu main 2 x 45 Indonesia harus bisa
main 2 x 90 menit. Hasilnya, Indonesia jawara. Itulah gelar terakhir hingga
saat ini.
Bisakah
faktor fisik ini dimanfaatkan? Saya tidak tahu Opa. Melawan Thailand kemarin
pun tim asuhanmu tampak loyo. Padahal Thailand masih kelelahan karena mengikuti
babak penyisihan untuk Piala Dunia 2018. Ternyata pasukanmu lebih lelah dari
mereka.
Sekarang
kami pilih realistis saja. Tinggal pasrah saja kepada Yang Maha Kuasa, siapa
yang Dia pilih jadi JUARA ASIA TENGGARA saat ini, kami sami’naa wa atha’naa.
Oh
ya, satu lagi. Tolong jangan mainkan Kurnia Meiga dulu ya Opa. Dia pemain bagus
kok, cuman sudah lama tidak memegang bola. Berikan kesempatan ke Andritani atau
Teja Paku Alam yang terbukti jos di klub masing-masing.
Meiga
memang punya nama besar. Apalagi badannya, tinggi besar. Tapi laga resmi begini tidak
cukup nama besar atau badan tinggi besar, Opa. Butuh pemain yang benar-benar
siap, dan terlatih. Dan itu ada pada dua nama selain Kurnia Meiga. Please, Opa.
Oh
ya Opa, untuk pertandingan melawan Filipina, Selasa (22/11), tolong dibisiki ke
semua pemain, saat Indonesia menjuarai SEA Games di Manila 25 tahun silam, Roby
Darwis cs menghajar tuan rumah Filipina 2-1. Kalau bisa besok diulangi lagi ya,
skornya terserah yang penting menang.
Masalahmu
bertumpuk, Opa. Semoga engkau diberi kesehatan. Ingat, usiamu sudah 63 tahun.
Jangan sampai beban berat di pundakmu membuat umurmu berlari lebih cepat dari
seharusnya.
Apapun
hasil di Filipina, kami berjanji tidak akan menghujatmu (ingat syaratnya,
jangan mainkan Meiga dulu). Benar, kami sudah sepakat tidak menghujatmu meski
kau cetak hattrick gagal di Piala
AFF. Hujatan kami lebih tepat untuk pemain-pemain politik di PSSI, yang saat
ini belum ada tanda-tanda bakal lengser keprabon.
Hari
sudah terlalu malam, met istirahat, Opa. Besok kamu harus memimpin latihan.
Semoga mimpi yang indah, mimpi mengangkat tropi Piala AFF….
*Artikel dimuat di
Soloensis, 20 November 2016
No comments:
Post a Comment